Hayu Urang Diedankeun Wae

Mangga ditingali, sareng teu kenging hilap dikomentar nya...


Jumat, 12 November 2010

Miris dengan media humanis

Pertanyaan besar apakah konsep humanis bisa menjadikan sebuah media itu besar. Alih-alih mensinergikan komponen jurnalisme sejati dengan nuansa humanis, namun pada perjalanannya, meleset menjadi tampak meringis
Pada dasarnya jurnalistik yang membawa aroma cinta kasih,  bisa terimplementasikan di ranah Indonesia yang masih kering dengan hal unik. Sebenarnya, visi dan misi cukup unik, beda, orisinil, dan tidak beroirentasi pada duit. Yah, emang sih, ini hal yang kontradiktif jika dibandingkan dengan dinamika media yang ada sekarang ini, di mana rating menjadi perhatian, dan iklan menjadi sumur uang.
Faktor keunikan tidaklah cukup untuk mem-boost sebuah media menjadi yang terdepan, yang ada hanya julukan yang ter "beda" dan ter "aneh". Pengelolaan orang-orang bodoh yang tidak tahu media menjadi duri-duri yang terus mengempiskan nadi kreativitas, dan mengebiri ide-ide cemerlang nan segar...
secara sederhana, konsep humanistis yang disuntikkan dalam sebuah media, haruslah disejajarkan dengan elemen bagaimana mengejawantahkan filosofi "respek" pada orang lain, karena bukan kah respek itu sebagian dari konsepsi humanisme???
Realitas yang ada, kata respek dalam konteks yang sederhana adalah keseimbangan antara bagaimana memberi dan bagaimana menerima tidaklah sama. Meski ada sebuah konsep yang mengatakan pemberian  lebih baik daripada menerima, namun pada dasarnya keseimbangan adalah harga yang relatif lebih utama. Semua konsep di dunia kan selalu ada perimbangan, ada siang ada malam, ada hitam ada putih...Nah meski di ranah media  yang mengatasnamakan humanisme..apakah salah penerimaan dan pemberian itu kudu berimbang???
lagi lagi faktor ketidakseimbangan ini menjadi akar dari kegerahan sebagian orang yang ingin berkarya dalam sebuah media yang katanya humanisme....Man!!! ide kreatif itu tidaklah murah, memang terkesan materialisme. Tapi bukankah materialisme itu memiliki satu sisi yang positif, contohnya, dengan pendapatan yang cukup, setiap orang bisa ibadah dengan tenang, bisa membina rumah tangga dengan tenang, dan bisa menciptakan peluang untuk orang lainnya...intinya, penerimaan yang berlebih akan berdampak pada pemberian yang berlebih pula (dengan catatan nurani bekerja)...........
ya lagi lagi merasa kasihan pada media yang berakar kuat, berfilosofi cerdas, tapi mekanisme yang memutarkan roda perjalanan jurnalistiknya keropos...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar